BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi merupakan
wadah aktivitas manusia sekaligus tempat jalinan hubungan kerjasama antar
manusia. Karena sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri, satu
sama lain saling membutuhkan dan kerjasama merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupannya. Manusia juga sebagai makhluk individualis yang
memiliki ego dan ambisi. Agar terjadi keselarasan antara sifat sosial dan individualis, maka setiap
organisasi atau kelompok kerja memerlukan pemimpin. Seorang pemimpin diharapkan
mampu memimpin, mengerahkan dan mengarahkan manusia untuk bekerja
sama mencapai tujuan yang
diinginkan
Kepemimpinan dapat dikonsep sualisasikan sebagai suatu interaksi
antara seseorang dengan suatu kelompok,
tepatnya antara seorang dengan anggota-anggota kelompok setiap peserta didalam
interaksi memainkan peranan dan dengan cara-cara tertentu
peranan itu harus dipilah-pilahkan dari suatu dengan yang lain. Dasar pemilihan merupakan soal pengaruh, pemimpin
mempengaruhi dan orang lain dipengaruhi.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kepemimpinan dari tokoh Umar Bin
Khattab.
B. Rumusan masalah
1. 1. Apa biografi umar bin khattab ?
2.
2. Bagaimana proses pengangkatan umar bin khattab?
3.
3. Apa saja keberhasilan pada masa kepemimpinan umar bin
khattab?
4.
4. Bagaimana proses wafatnya umar bin khattab?
C. Tujuan masalah
1.
Untuk mengetahui biografi umar
2.
Untuk memahami proses pengangkatan Umar Bin Khattab
3.
Untuk mengetahui keberhasilan pada masa Umar Bin Khattab
4.
Untuk mengetahui proses wafatnya Umar Bin Khattab
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Umar Bin Khattab
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih
dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang
sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar bin
Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Umar juga
merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah
yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).[1]
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku
Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama
Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar
memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang
yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar
tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada
masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang
kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Riwayat Masuknya Umar pada Agama Islam,
“ Ya Allah, agungkanlah Islam dengan salah satu dari dua lelaki ini : Umar bin
Khattab atau Umar Ibn Hisyam Abu Jahal”. Itulah sepenggal doa Rasulullah pada
suatu ketika.
Pada saat Islam muncul
yaitu pada saat Rasulullah mengumumkan misi kenabianya, Umar adalah salah
seorang penentang Rasulullah yang paling gigih. Dia menganggap bahwa Islam
adalah sesat dan kegilaan yang menentang kepercayaan agama nenek moyang mereka.
Sehingga dia sangat memusuhi Nabi Muhammad. Dengan berbagai cara Umar menentang
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Suatu ketika Umar megatakan kepada orang-orang
bahwa dia akan membunuh Rasulullah, kemudian dia keluar dari rumahnya dengan
membawa pedang yang terhunus tajam dan akan menuju ke kediaman Rasulullah, tiba
di tengah jalan dia bertemu adik kandungnya Fatimah sedang duduk dibawah pohon
sambil membawa mushaf dan membaca sebagian dari ayat Al-qur’an (surat
At-Thaha). Dia bertanya kepada adiknya “apa yang telah kamu baca”, dengan
sangat ketakutan Fatimah menjawab “ayat-ayat Al-quran” kemudian Umar memintanya
dan berkata ”sesungguhnya engkaulah yang lebih pantas aku bunuh terlebih
dahulu, ”jika kebenaran ada diantara kita apa yang akan engkau lakukan” sahut Fatimah, ”berikan kertas itu padaku”,
setelah umar membacanya, setelah dia mengetahui ayat yang ia baca sangat
berkaitan pada dirinya. hatinyapun luluh, hatinya bergetar karena mendengar
syair yang begitu indah, kemudian dia berlari ke rumah Rasulullah dan
menyatakan dia telah masuk Islam. Dia masuk islam pada bulan 2 Dzulhijjah
tahun keenam kenabian dan dia tercatat sebagai orang yang ke 40 yang masuk
Islam. Umar wafat pada hari rabu tanggal 25 dzulhijjah 23H / 644 M. Dia dibunuh
oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah atau Feroz pada saat beliau
menjadi imam shalat subuh. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi
Feroz terhadap Umar karena merasa sakit hati atas kekalahan Persia yang pada
saat itu merupakan negara adigdaya.[2]
B. Pengangkatan Umar Bin Khattab
Umar bin Khattab r.a
diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam
ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini
disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri
panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat
secara umum.[3]
Pada masa pemerintahan Abu
Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah.
Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan
Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah
satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a
dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis
penggantinya berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya
Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal.
Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah
yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang
terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam
Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai
khalifatullah dan khalifah Rasulullah.
Terdapat perbedaan dalam proses
pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil
kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar
untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh
terhadap penunjukan langsung ini:
1.
Kemungkinan
besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan dalam tubuh ummat Islam bila
pemilihan diserahkan kepada masyarakat seperti yang hampir terjadi pada
dirinya.
2.
Bagaimanapun
juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.
3.
Sementara
beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib
memotivasi dirinya untuk memilih langsung penggantinya.
C.
Keberhasilan pada Masa Umar Bin Khattab
Keberhasilan Umar dalam memimpin
ekspansi adalah terletak dari pribadi Umar itu sendiri. Sosok Umar dalam
sejarah berkembangnya Islam, gampang diterima gagasannya oleh masyarakat pada
saat itu adalah karena ketegasan dan bergaya hidup sederhanaan dan hemat,
penerus Abu Bakar ini yang berperawakan tinggi, kuat dan agak botak, untuk
beberapa lama setelah di angkat menjadi khalifah, tetap mencari penghidupan
dengan cara berdagang dan sepanjang hayatnya menjalani kehidupan sederhana
mirip dengan para kepala suku Badui.[4]
1.
Perkembangan politik
Pada masa khalifah Umar Bin Khattab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha
perluasaan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasaan
daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu’anhu segera mengatur administrasi
negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di persia.
Pada masa Umar Bin Khattab juga mulai berkembang suatu
lembaga formal yang disebut lembaga peneragan dan pembinaan hukum islam. Dimasa
ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran.
2.
Perkembangan ekonomi
Pada masa ini juga diatur dan diterbitkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan
lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan
ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.
Umar juga mendirikan mendirikan bait al-mal, menempa mata uang, dan membuat
kelender tahun hijriah, dan menghapuskan zakat bagi para mu’allaf.
3.
Perkembangan pengetahuan.
Pada masa khalifah
umar bin khattab,sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak di perbolehkan
untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dalam waktu yang terbatas.
Jadi jika ada umat islam yang ingin belajar ilmu hadits harus pergi ke Madinah.
Ini berarti bahwa penyebaran ilmu pengetahuan dari para sahabat berpusat di
Madinah. Dengan meluasnya ajaran islam sampai jazirah arab nampaknya khalifah
memikirkan di daerah-daerah yang baru ditaklukkan itu.
Meluasnya
kekuasaan islam, mendorong kegiatan pendidkan islam bertambah besar, karena
mereka yang baru memeluk agama islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari nabi. Pada masa ini telah terjadi
mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai
pusat agama islam yang mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin
keagamaan.
Dengan
demikian, pelaksanaan pendidikan pada masa umar bin khattab lebih maju,seba
selama umar memerintah negara berada dalam keaddaan stabil dan aman.ini di
sebabkan,di samping telah di tetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan,juga
telah terbentuknya pusat-pusat
pendidikan islam di berbagai kota dengan materi yang di kembangkan,baik dai
segi ilmu bahasa,menulis,dan pokok ilmu lainnya.[5]
4.
Perkembangan sosial
Pada masa kharifah umar bin khattab, ahli
al zimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain islam dan berdiam di wilayah
kekuasaan islam. Al zimmah terdiri dari pemeluk yahudi, nasrani, dan majusi. Mereka
mendapat perhatian,pelayanan serta perlindugan pada masa umar bin khattab.degan
membuat perjanjian yang antara lain:
Keharusan
orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara muslim
yang memasuki kota mereka selma tiga tahun berturut-turut. Pada masa Umar
sangat memperhatikan keadaan sekitarnya seperti kaum fakir, miskin dan anak
yatim piatu.
5.
Perkembangan Agama
Di zaman Umar,
gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di Ibukota
Syiria, Damaskus, jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara
Byzantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh dibawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis ekspansi diteruskan ke
Mesir dibawah pimpinan Amr Bin Ash Ra. Dan ke Irak dibawah pimpinan Saad Bin
Abi Waqqas Ra. Iskandaria atau Alexandria ditaklukan pada tahun 641 M, Mosul
dapat dikuasai. Dengan demikian pada masa kepemimpinan Umar ra. Wilayah
kekuasaan Islam sudah meliputi jazirah Arab, Palestina, Syria, dan sebagian
besar wilayah Persia dan Mesir. Pada masa ini Islam mulai merambah ke dunia
luar yaitu dengan menaklukkan negara-negara yang kuat agar Islam dapat tersebar
ke penjuru dunia.[6]
D.
Wafatnya Umar Bin Khattab
Beberapa hari
sebelum kematiannya,Umar bin khattab bertanya kembali kepada Hudzaifah bin Yaman tentang
orang yang disebut Rasulullah SAW termasuk dalam golongan orang-orang munafik.
Umar berkata, "Aku bersumpah kepadamu, apakah Rasulullah SAW memasukkan
aku dalam nama-nama orang munafik?" Hudzaifah lalu menjawab, "Wahai
Amirul Mukminin, sudah aku katakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW tidak
memasukkanmu ke dalam golongan orang-orang munafik." Umar kemudian
berkata, "Segala puji bagi Allah."[7]
Kemudian ia
menatap Hudzaifah, "Beritahukan kepadaku tentang fitnah yang akan
menenggelamkan umat!" Hudzaifah kemudian berujar, "Sesungguhnya
antara dirimu dan fitnah tersebut terdapat pintu yang menutup selama engkau
hidup." Umar lantas berkata, "Wahai Hudzaifah, apakah pintu itu akan
dibuka ataukah dirobohkan?" Hudzaifah menjawab, "Pintu itu akan
dirobohkan!" Umar bin Khattab kemudian berkata lagi, "Jikalau begitu,
ia tidak akan kembali ke tempatnya." Hudzaifah menimpali, "Benar,
wahai Amirul Mukminin." Setelah itu Umar berdiri dan menangis. Lalu
orang-orang bertanya kepada Hudzaifah tentang fitnah dan pintu itu.
Hudzaifah menjawab, "Pintu itu adalah Umar. Jika Umar bin Khattab
meninggal, maka pintu fitnah itu akan dibuka."
Diantara sebagian sahabat, Mughirah bin
Syu'bah memiliki seorang budak yang bernama Fairuz yang dijuluki dengan sebutan
Abu Lu'lu'ah Al-Majusi. Pada suatu hari, Abu Lu'lu'ah mengadu kepada Amirul
Mukminin bahwa uang yang dipatok Mughirah untuk pekerjaannya sangat besar,
sedangkan ia tidak mampu membayarnya. Umar bin Khattab kemudian berkata,
"Harga ini cukup, takutlah kepada Allah dan berbuat baiklah pada
tuanmu."
Abu Lu'lu'ah Al-Majusi kemudian pergi
mengadukan Amirul Mukminin kepada orang-orang bahwa ia telah berbuat adil kepada
seluruh manusia kecuali kepada dirinya. Dia berkata, "Umar telah memakan hatiku!"
Dari sinilah, sebuah konspirasi berawal, yang dipelopori oleh empat orang. Abu
Lu'luah adalah salah satu dari empat sumber konspirasi tersebut. Dua orang
lainnya sebagai Majusi dan Yahudi.
Pada suatu hari tatkala Al-Faruq bersama
sahabatnya, ia melihat Abu Lu'lu'ah. Lantas Umar berkata kepadanya, "Aku
telah mendengar bahwa engkau mampu membuat penggilingan yang dapat digerakkan
dengan angin." Kemudian Abu Lu'lu'ah memandang Amirul Mukminin dan
berkata, "Aku akan membuatkan untukmu penggilingan yang bisa berbicara
dengan manusia." Mendengar itu para sahabat merasa senang.[8]
Umar bin Khattab kemudian berkata kepada mereka,
"Apakah kalian merasa senang?" Mereka menjawab, "Ya!" Umar
kemudian berkata, "Sesungguhnya ia mengancam hendak membunuhku."
Mendengar penjelasan Umar, para sahabat lalu berkata, "Kalau begitu kita
bunuh saja ia!" Umar berkata, "Apakah kita hendak membunuh sesorang
dengan prasangka? demi Allah, aku tidak akan bertemu dengan Allah
sedangkan di leherku terdapat darah lantaran prasangka." Mereka berkata,
"Jika begitu kita lenyapkan saja dia." Umar berkata lagi, "Apakah
aku akan berbuat zalim terhadap seseorang dan mengeluarkannya dari dunia
lantaran prasangkaku bahwa dirinya akan membunuhku? Sekiranya Allah hendak
mencabut nyawaku melalui kedua belah tangannya, niscaya urusan Allah itu
merupakan takdir yang telah digariskan."
Suatu hari,
tatkala Umar bin Khattab sedang mengimami Shalat Subuh berjamaah di Masjid
Nabi, terjadilah bencana besar itu. Allah SWT telah mengabulkan doa Umar, yaitu
dengan mencabut nyawanya di kota Rasul sebagai syahid dengan keutamaan yang
paling utama. Sebab dirinya tidak saja memperoleh kesyahidan di kota Rasul,
akan tetapi ia berada di dalam masjid, mihrab, Raudah Nabi Muhammad SAW. Saat
itu ia sedang mengerjakan Shalat Subuh dengan para sahabat.
Seorang Tabiin yang bernama Amru bin
Maimun Al-Masyad menceritakan, "Ketika aku sedang berdiri di shaf kedua,
sedangkan antara dirik dan Amirul Mukminin tidak ada seorangpun selain Abdullah
bin Abbas. Ketika lampu di masjid tiba-tiba mati. Amirul Mukminin kemudian
mengankat takbir memulai shalat. Sebelum ia membaca Al-Fatihah, seorang Majusi
maju menghampirinya lalu menikamnya sebanyak enam kali tikaman." Setelah
itu, Umar berteriak, "Dia telah membunuhku." Kemudian para sahabat
menyerang Abu Lu'lu'ah dan ia pun menyerang jamaah membabi buta ke kanan dan ke
kiri. Lalu, Abdurrahman bin Auf segera menelungkupkan mantelnya ke arah Abu
Lu'lu'ah. Dengan begitu Abu Lu'lu'ah baru sadar bahwa dirinya telah tertangkap
dan tidak bisa berkutik, sehingga ia menikam dirinya sendiri dan akhirnya ia
pun mati.
Umar bin Khattab meminta Abdurrahman bin Auf untuk
memimpin shalat shubuh Dengan darah
yang semakin deras mengalir, Umar kemudian menanyakan Abdullah bin Umar. Maka
datanglah Abdullah dan meletakkan kepala ayahnya di pangkuannya. Lalu ayahnya
berkata, "Wahai anakku, letakkan pipiku di atas tanah semoga Allah
mengasihiku, jika aku telah mati pejamkanlah mataku dan sederhanakanlah kain
kafanku. Sebab, jika aku menghadap Rabbku sedangkan Dia ridha terhadapku, maka
Dia akan mengganti kain kafan ini dengan yang lebih baik, sedangkan jika Dia
murka kepadaku, maka Dia akan melepasnya dengan keras." Setelah itu ia pun
jatuh pingsan.[9]
Ketika Umar bin Khattab siuman Ibnu Abbas berkata,
"Shalatlah!, wahai Amirul Mukminin." Al-Faruq menoleh ke arahnya
seraya berkata, "Aku hendak berwudhu untuk mengerjakan sholat ." Mereka kemudian membangunkan Umar untuk wudhu, sedangkan lukanya
terus mengeluarkan darah.
Setelah Umar bin Khattab selesai
shalat, Ibnu Abbas berkata, "Wahai Amirul Mukminin, orang yang mencoba
membunuhmu adalah budak milik Mughirah bin Syu'bah, yaitu Abu Lu'lu'ah."
Umar bin Khattab kemudian berkata, "Segala puji bagi Allah, bahwa dia
telah menjadikanku terbunuh di tangan seorang yang tidak pernah bersujud kepada
Allah sama sekali. Semoga hal itu menjadi penuntut atasnya pada hari akhir kelak. Apakah ia
telah bersepakat dengan salah seorang dari kaum muslimin?" Ibnu Abbas
lantas keluar seraya bertanya kepada kaum muslimin, "Wahai kaum muslimin
sekalian! Apakah ada seorang diantara kalian yang bersekongkol dengan Abu
Lu'lu'ah?"
Mendengar hal itu, tangis kaum muslimin makin
keras. Mereka berkata, "Demi Allah, sungguh kami ingin menambahkan umur
kami kepada Umar bin Khattab." Kaum wanita pun berkata, "Demi Allah,
kematian anak-anak kami lebih kami sukai daripada matinya Umar bin
Khattab."
Abdullah bin Abbas kemudian masuk menemui Umar bin
Khattab lalu mengusap dada Al-Faruq seraya berkata, "Wahai Amirul
Mukminin, tenanglah. Engkau telah berhukum dengan kitab Allah dan engkau telah
berlaku adil kepada sesama." Mendengar hal itu Umar tersenyum lalu
berkata, "Apakah engkau bersaksi untukku dengan hal ini pada hari kiamat
kelak?" ibnu Abbas kemudian menagis.Umar lalu menepuk
bahunya seraya berkata lagi, "Apakah engkau akan bersumpah untukku pada
hari kiamat kelak bahwa aku telah berhukum dengan kitab Allah dan berlaku
adil?" Ibnu Abbas lalu menjawab, "Aku akan bersaksi untukmu wahai
Amirul Mukminin." Ketika itu Ali bin Abu Thalib menimpali, "Dan aku
akan bersaksi pula untukmu, wahai Amirul Mukminin."[10]
Umar bin Khattab kemudian berkata, "Lalu
bagaimana dengan hutang-hutangku? Akau takut bila menghadap Allah, sedangkan
aku masih memiliki hutang." Kemudian para sahabat menghitung semua hutang-hutangnya.
setelah usai menghitung, terbilanglah bahwa hutangnya sebanyak delapan puluh
enam ribu dirham.
Setelah
itu, para sahabat mengumpulkan harta mereka untuk melunasi hutang-hutang Umar
bin Khattab hingga ketika ia bertemu dengan Allah, ia tidak memiliki hutang. Sepekan setelah
kematian Umar, terkumpullah harta tersebut lalu dibayarkan kepada Khalifah Utsman bin Affan, sehinga setelah itu Umar bin Khattab telah
terbebas dari tanggungan hutang mana pun.
Pada
detik-detik terakhir kematian Umar bin Khattab, ia meminta puteranya menghadap
Ummul Mukminin Aisyah ra. untuk meminta izin agar setelah kematiannya nanti ia
dikuburkan di dekat makam Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia berkata kepada
puteranya, "Katakanlah kepada Aisyah ra., Umar meminta izin dan jangan
engkau katakan Amirul Mukminin meminta izin. Sebab aku tidak patut sebagai
pemimpin bagi kaum muslimin. Dan katakan kepadanya bahwa Umar tidak akan merasa
tenang sehingga ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya dan ia meminta
izin kepadamu. Jika ia mengizinkanku, maka segeralah datang kemari
menemuiku!"
Ketika Abdullah bin Umar tiba di tempat Ummul
Mukminin, ia mendapatinya tengah menangis. Aisyah sadar, kematian Umar itu sama
halnya dengan terbukanya pintu-pintu fitnah. Ibnu Umar kemudian berkata
kepadanya, "Dia meminta kepadamu agar ia dikuburkan di dekat makam kedua
sahabatnya." Mendengar hal itu Aisyah menjawab, "Sebenarnya aku ingin
agar tempat itu untukku. Jika Umar menginginkannya, maka aku mengutamakan
dirinya daripada diriku."
Setelah itu, Abdullah bin Umar kembali menemui
bapaknya untuk memberi kabar gembira. Umar bertanya kepadanya, "Apa yang
ia katakan padamu wahai Ibnu Umar?" Abdullah menjawab, "Wahai Amirul
Mukminin, aku beritahukan kabar gembira untukmu bahwa ia telah
mengizinkanmu." Mendengar hal itu Umar berkata, "Alhamdulillah."
Lalu ia kembali berkata, "Wahai Ibnu Umar! Jika aku telah mati bawalah aku
dan baringkanlah aku di depan pintu Aisyah lalu katakanlah bahwa Umar meminta
izin. Boleh jadi ia mengizinkanku ketika aku masih hidup karena merasa malu
kepadaku."[11]
Sebelum Umar bin
Khattab meningal, ia telah memilih enam orang diantara para sahabat yang akan
menggantikannya menjadi khalifah. Mereka adalah, Utsman bin Affan, Ali bin Abu
Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abu Waqash dan
Abdurrahman bin Auf. Ketika puteranya diusulkan menjadi salah satu dari dewan
syura, ia berkata, "Cukuplah satu saja keluarga Umar bin Khattab yang akan
ditanya tentang urusan manusia pada hari kiamat kelak."
Umar bin Khattab
meninggal pada hari Rabu, tangal 23 Dzulhijjah. Tepatnya, pada tahun 23
Hijriyah. Seluruh penduduk Madinah menangisi kepergiannya, dan ia dikuburkan di
dekat makam kedua sahabatnya.[12]
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Umar dilahirkan di
kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar
di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al
Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan
oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara
kebenaran dan kebatilan.
Umar bin Khattab r.a
diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam
ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini
disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri
panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat
secara umum.
Keberhasilan Umar dalam memimpin ekspansi adalah terletak dari pribadi Umar
itu sendiri. Sosok Umar dalam sejarah berkembangnya Islam, gampang diterima
gagasannya oleh masyarakat pada saat itu adalah karena ketegasan dan bergaya
hidup sederhanaan dan hemat, penerus Abu Bakar ini yang berperawakan tinggi,
kuat dan agak botak, untuk beberapa lama setelah di angkat menjadi khalifah,
tetap mencari penghidupan dengan cara berdagang dan sepanjang hayatnya
menjalani kehidupan sederhana mirip dengan para kepala suku Badui.
Umar bin Khattab meninggal pada hari Rabu, tangal
23 Dzulhijjah. Tepatnya, pada tahun 23 Hijriyah. Seluruh penduduk Madinah
menangisi kepergiannya, dan ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kata sempurna, maka dari ini kami mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca makalah ini untuk lebih memperbaiki atau
penyempurnaan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim a. Qasim, a. Saleh muhammad, Buku Pintar Sejarah
Islam.
Jakarta: Zaman.
2014.
Muhammad ashalabi
ali, Biografi Umar Bin Khattab. Jakata:
Beirut, 2014.
\
[1] Ali muhammad ash-shalabi, biografi umar bin khattab, Jakarta:beirut
publishing, 2014,h.31.
[2] Ibid.h.32.
[3]
Qasim a. Ibarahim, buku pintar sejarah islam, jakarta:zaman
, 2014, h.130
[4] Ibid.h.599.
[5] Ibid.h.600.
[6] Ibid.h.600.
[7] Qasim A.ibrahim,sejarah islam.Jakarta.Zaman.2014.h.201.
[8] Ibid.h.202.
[9] Ibid.h.203.
[10] Ibid.h.204.
[11] Ibid.h.205.
[12] Ibid.h.205.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar