Sabtu, 12 Desember 2020

Makalah Umar Bin Khattab

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Organisasi merupakan wadah aktivitas manusia sekaligus tempat jalinan hubungan kerjasama antar manusia. Karena sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri, satu sama lain saling membutuhkan dan kerjasama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya. Manusia juga sebagai makhluk individualis yang memiliki ego dan ambisi. Agar terjadi keselarasan antara sifat sosial dan individualis, maka setiap organisasi atau kelompok kerja memerlukan pemimpin. Seorang pemimpin diharapkan mampu memimpin, mengerahkan dan mengarahkan manusia untuk  bekerja  sama  mencapai tujuan yang diinginkan

            Kepemimpinan dapat dikonsep sualisasikan sebagai suatu interaksi antara seseorang dengan suatu kelompok, tepatnya antara seorang dengan anggota-anggota kelompok setiap peserta didalam interaksi memainkan peranan dan dengan cara-cara tertentu peranan itu harus dipilah-pilahkan dari suatu dengan yang lain. Dasar  pemilihan merupakan soal pengaruh, pemimpin mempengaruhi dan orang lain dipengaruhi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kepemimpinan dari tokoh Umar Bin Khattab.

B. Rumusan masalah

1.      1. Apa biografi umar bin khattab ?

2.      2. Bagaimana proses pengangkatan umar bin khattab?

3.      3. Apa saja keberhasilan pada masa kepemimpinan umar bin khattab?

4.      4. Bagaimana proses wafatnya umar bin khattab?

C. Tujuan masalah

1.      Untuk mengetahui biografi umar

2.      Untuk memahami proses pengangkatan Umar Bin Khattab

3.      Untuk mengetahui keberhasilan pada masa Umar Bin Khattab

4.      Untuk mengetahui proses wafatnya Umar Bin Khattab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                   

 

 

 

 

 

 

 

                                        BAB II  

                               PEMBAHASAN

 

A. Biografi Umar Bin Khattab

Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).[1]

Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Riwayat Masuknya Umar pada Agama Islam, “ Ya Allah, agungkanlah Islam dengan salah satu dari dua lelaki ini : Umar bin Khattab atau Umar Ibn Hisyam Abu Jahal”. Itulah sepenggal doa Rasulullah pada suatu ketika.

Pada saat Islam muncul yaitu pada saat Rasulullah mengumumkan misi kenabianya, Umar adalah salah seorang penentang Rasulullah yang paling gigih. Dia menganggap bahwa Islam adalah sesat dan kegilaan yang menentang kepercayaan agama nenek moyang mereka. Sehingga dia sangat memusuhi Nabi Muhammad. Dengan berbagai cara Umar menentang ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Suatu ketika Umar megatakan kepada orang-orang bahwa dia akan membunuh Rasulullah, kemudian dia keluar dari rumahnya dengan membawa pedang yang terhunus tajam dan akan menuju ke kediaman Rasulullah, tiba di tengah jalan dia bertemu adik kandungnya Fatimah sedang duduk dibawah pohon sambil membawa mushaf dan membaca sebagian dari ayat Al-qur’an (surat At-Thaha). Dia bertanya kepada adiknya “apa yang telah kamu baca”, dengan sangat ketakutan Fatimah menjawab “ayat-ayat Al-quran” kemudian Umar memintanya dan berkata ”sesungguhnya engkaulah yang lebih pantas aku bunuh terlebih dahulu, ”jika kebenaran ada diantara kita apa yang akan engkau lakukan”  sahut Fatimah, ”berikan kertas itu padaku”, setelah umar membacanya, setelah dia mengetahui ayat yang ia baca sangat berkaitan pada dirinya. hatinyapun luluh, hatinya bergetar karena mendengar syair yang begitu indah, kemudian dia berlari ke rumah Rasulullah dan menyatakan dia telah masuk Islam. Dia masuk islam pada bulan 2 Dzulhijjah tahun keenam kenabian dan dia tercatat sebagai orang yang ke 40 yang masuk Islam. Umar wafat pada hari rabu tanggal 25 dzulhijjah 23H / 644 M. Dia dibunuh oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah atau Feroz pada saat beliau menjadi imam shalat subuh. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Feroz terhadap Umar karena merasa sakit hati atas kekalahan Persia yang pada saat itu merupakan negara adigdaya.[2]

 

 

 

 

 

B.  Pengangkatan Umar Bin Khattab

Umar bin Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat secara umum.[3]

            Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah.

Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan langsung ini:

1.      Kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan dalam tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat seperti yang hampir terjadi pada dirinya.

2.      Bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.

3.      Sementara beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu  Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk memilih langsung penggantinya.

 

C. Keberhasilan pada Masa Umar Bin Khattab

            Keberhasilan Umar dalam memimpin ekspansi adalah terletak dari pribadi Umar itu sendiri. Sosok Umar dalam sejarah berkembangnya Islam, gampang diterima gagasannya oleh masyarakat pada saat itu adalah karena ketegasan dan bergaya hidup sederhanaan dan hemat, penerus Abu Bakar ini yang berperawakan tinggi, kuat dan agak botak, untuk beberapa lama setelah di angkat menjadi khalifah, tetap mencari penghidupan dengan cara berdagang dan sepanjang hayatnya menjalani kehidupan sederhana mirip dengan para kepala suku Badui.[4]

1.      Perkembangan politik

Pada masa khalifah Umar Bin Khattab, kondisi  politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasaan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu’anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di persia.

Pada masa Umar Bin Khattab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga peneragan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran.

2.      Perkembangan ekonomi

Pada masa ini juga diatur dan diterbitkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan mendirikan bait al-mal, menempa mata uang, dan membuat kelender tahun hijriah, dan menghapuskan zakat bagi para mu’allaf.

3.      Perkembangan pengetahuan.

Pada masa khalifah umar bin khattab,sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak di perbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dalam waktu yang terbatas. Jadi jika ada umat islam yang ingin belajar ilmu hadits harus pergi ke Madinah. Ini berarti bahwa penyebaran ilmu pengetahuan dari para sahabat berpusat di Madinah. Dengan meluasnya ajaran islam sampai jazirah arab nampaknya khalifah memikirkan di daerah-daerah yang baru ditaklukkan itu.

            Meluasnya kekuasaan islam, mendorong kegiatan pendidkan islam bertambah besar, karena mereka yang baru memeluk agama islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama islam yang mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.

            Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan pada masa umar bin khattab lebih maju,seba selama umar memerintah negara berada dalam keaddaan stabil dan aman.ini di sebabkan,di samping telah di tetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan,juga telah terbentuknya  pusat-pusat pendidikan islam di berbagai kota dengan materi yang di kembangkan,baik dai segi ilmu bahasa,menulis,dan pokok ilmu lainnya.[5]

4.      Perkembangan sosial

            Pada masa kharifah umar bin khattab, ahli al zimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain islam dan berdiam di wilayah kekuasaan islam. Al zimmah terdiri dari pemeluk yahudi, nasrani, dan majusi. Mereka mendapat perhatian,pelayanan serta perlindugan pada masa umar bin khattab.degan membuat perjanjian yang antara lain:

            Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara muslim yang memasuki kota mereka selma tiga tahun berturut-turut. Pada masa Umar sangat memperhatikan keadaan sekitarnya seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu.

5.      Perkembangan Agama

Di zaman Umar, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi di Ibukota Syiria, Damaskus, jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Byzantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh dibawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis ekspansi diteruskan ke Mesir dibawah pimpinan Amr Bin Ash Ra. Dan ke Irak dibawah pimpinan Saad Bin Abi Waqqas Ra. Iskandaria atau Alexandria ditaklukan pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian pada masa kepemimpinan Umar ra. Wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi jazirah Arab, Palestina, Syria, dan sebagian besar wilayah Persia dan Mesir. Pada masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar yaitu dengan menaklukkan negara-negara yang kuat agar Islam dapat tersebar ke penjuru dunia.[6] 

 

D. Wafatnya Umar Bin Khattab 

Beberapa hari sebelum kematiannya,Umar bin khattab bertanya kembali kepada Hudzaifah bin Yaman tentang orang yang disebut Rasulullah SAW termasuk dalam golongan orang-orang munafik. Umar berkata, "Aku bersumpah kepadamu, apakah Rasulullah SAW memasukkan aku dalam nama-nama orang munafik?" Hudzaifah lalu menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, sudah aku katakan kepadamu bahwa Rasulullah SAW tidak memasukkanmu ke dalam golongan orang-orang munafik." Umar kemudian berkata, "Segala puji bagi Allah."[7]

Kemudian ia menatap Hudzaifah, "Beritahukan kepadaku tentang fitnah yang akan menenggelamkan umat!" Hudzaifah kemudian berujar, "Sesungguhnya antara dirimu dan fitnah tersebut terdapat pintu yang menutup selama engkau hidup." Umar lantas berkata, "Wahai Hudzaifah, apakah pintu itu akan dibuka ataukah dirobohkan?" Hudzaifah menjawab, "Pintu itu akan dirobohkan!" Umar bin Khattab kemudian berkata lagi, "Jikalau begitu, ia tidak akan kembali ke tempatnya." Hudzaifah menimpali, "Benar, wahai Amirul Mukminin." Setelah itu Umar berdiri dan menangis. Lalu orang-orang bertanya kepada Hudzaifah tentang fitnah dan pintu  itu. Hudzaifah menjawab, "Pintu itu adalah Umar. Jika Umar bin Khattab meninggal, maka pintu fitnah itu akan dibuka."

          Diantara sebagian sahabat, Mughirah bin Syu'bah memiliki seorang budak yang bernama Fairuz yang dijuluki dengan sebutan Abu Lu'lu'ah Al-Majusi. Pada suatu hari, Abu Lu'lu'ah mengadu kepada Amirul Mukminin bahwa uang yang dipatok Mughirah untuk pekerjaannya sangat besar, sedangkan ia tidak mampu membayarnya. Umar bin Khattab kemudian berkata, "Harga ini cukup, takutlah kepada Allah dan berbuat baiklah pada tuanmu."

          Abu Lu'lu'ah Al-Majusi kemudian pergi mengadukan Amirul Mukminin kepada orang-orang bahwa ia telah berbuat adil kepada seluruh manusia kecuali kepada dirinya. Dia berkata, "Umar telah memakan hatiku!" Dari sinilah, sebuah konspirasi berawal, yang dipelopori oleh empat orang. Abu Lu'luah adalah salah satu dari empat sumber konspirasi tersebut. Dua orang lainnya sebagai Majusi dan Yahudi.

          Pada suatu hari tatkala Al-Faruq bersama sahabatnya, ia melihat Abu Lu'lu'ah. Lantas Umar berkata kepadanya, "Aku telah mendengar bahwa engkau mampu membuat penggilingan yang dapat digerakkan dengan angin." Kemudian Abu Lu'lu'ah memandang Amirul Mukminin dan berkata, "Aku akan membuatkan untukmu penggilingan yang bisa berbicara dengan manusia." Mendengar itu para sahabat merasa senang.[8]

          Umar bin Khattab kemudian berkata kepada mereka, "Apakah kalian merasa senang?" Mereka menjawab, "Ya!" Umar kemudian berkata, "Sesungguhnya ia mengancam hendak membunuhku." Mendengar penjelasan Umar, para sahabat lalu berkata, "Kalau begitu kita bunuh saja ia!" Umar berkata, "Apakah kita hendak membunuh sesorang dengan prasangka? demi Allah, aku tidak akan bertemu dengan Allah sedangkan di leherku terdapat darah lantaran prasangka." Mereka berkata, "Jika begitu kita lenyapkan saja dia." Umar berkata lagi, "Apakah aku akan berbuat zalim terhadap seseorang dan mengeluarkannya dari dunia lantaran prasangkaku bahwa dirinya akan membunuhku? Sekiranya Allah hendak mencabut nyawaku melalui kedua belah tangannya, niscaya urusan Allah itu merupakan takdir yang telah digariskan."

            Suatu hari, tatkala Umar bin Khattab sedang mengimami Shalat Subuh berjamaah di Masjid Nabi, terjadilah bencana besar itu. Allah SWT telah mengabulkan doa Umar, yaitu dengan mencabut nyawanya di kota Rasul sebagai syahid dengan keutamaan yang paling utama. Sebab dirinya tidak saja memperoleh kesyahidan di kota Rasul, akan tetapi ia berada di dalam masjid, mihrab, Raudah Nabi Muhammad SAW. Saat itu ia sedang mengerjakan Shalat Subuh dengan para sahabat.

           Seorang Tabiin yang bernama Amru bin Maimun Al-Masyad menceritakan, "Ketika aku sedang berdiri di shaf kedua, sedangkan antara dirik dan Amirul Mukminin tidak ada seorangpun selain Abdullah bin Abbas. Ketika lampu di masjid tiba-tiba mati. Amirul Mukminin kemudian mengankat takbir memulai shalat. Sebelum ia membaca Al-Fatihah, seorang Majusi maju menghampirinya lalu menikamnya sebanyak enam kali tikaman." Setelah itu, Umar berteriak, "Dia telah membunuhku." Kemudian para sahabat menyerang Abu Lu'lu'ah dan ia pun menyerang jamaah membabi buta ke kanan dan ke kiri. Lalu, Abdurrahman bin Auf segera menelungkupkan mantelnya ke arah Abu Lu'lu'ah. Dengan begitu Abu Lu'lu'ah baru sadar bahwa dirinya telah tertangkap dan tidak bisa berkutik, sehingga ia menikam dirinya sendiri dan akhirnya ia pun mati.

           Umar bin Khattab meminta Abdurrahman bin Auf untuk memimpin shalat shubuh  Dengan darah yang semakin deras mengalir, Umar kemudian menanyakan Abdullah bin Umar. Maka datanglah Abdullah dan meletakkan kepala ayahnya di pangkuannya. Lalu ayahnya berkata, "Wahai anakku, letakkan pipiku di atas tanah semoga Allah mengasihiku, jika aku telah mati pejamkanlah mataku dan sederhanakanlah kain kafanku. Sebab, jika aku menghadap Rabbku sedangkan Dia ridha terhadapku, maka Dia akan mengganti kain kafan ini dengan yang lebih baik, sedangkan jika Dia murka kepadaku, maka Dia akan melepasnya dengan keras." Setelah itu ia pun jatuh pingsan.[9]

           Ketika Umar bin Khattab siuman Ibnu Abbas berkata, "Shalatlah!, wahai Amirul Mukminin." Al-Faruq menoleh ke arahnya seraya berkata, "Aku hendak berwudhu untuk mengerjakan sholat ." Mereka kemudian membangunkan Umar untuk wudhu, sedangkan lukanya terus mengeluarkan darah.

            Setelah Umar bin Khattab selesai shalat, Ibnu Abbas berkata, "Wahai Amirul Mukminin, orang yang mencoba membunuhmu adalah budak milik Mughirah bin Syu'bah, yaitu Abu Lu'lu'ah." Umar bin Khattab kemudian berkata, "Segala puji bagi Allah, bahwa dia telah menjadikanku terbunuh di tangan seorang yang tidak pernah bersujud kepada Allah sama sekali. Semoga hal itu menjadi penuntut atasnya pada hari akhir kelak. Apakah ia telah bersepakat dengan salah seorang dari kaum muslimin?" Ibnu Abbas lantas keluar seraya bertanya kepada kaum muslimin, "Wahai kaum muslimin sekalian! Apakah ada seorang diantara kalian yang bersekongkol dengan Abu Lu'lu'ah?"

 

           Mendengar hal itu, tangis kaum muslimin makin keras. Mereka berkata, "Demi Allah, sungguh kami ingin menambahkan umur kami kepada Umar bin Khattab." Kaum wanita pun berkata, "Demi Allah, kematian anak-anak kami lebih kami sukai daripada matinya Umar bin Khattab."

            Abdullah bin Abbas kemudian masuk menemui Umar bin Khattab lalu mengusap dada Al-Faruq seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, tenanglah. Engkau telah berhukum dengan kitab Allah dan engkau telah berlaku adil kepada sesama." Mendengar hal itu Umar tersenyum lalu berkata, "Apakah engkau bersaksi untukku dengan hal ini pada hari kiamat kelak?" ibnu Abbas kemudian menagis.Umar lalu menepuk bahunya seraya berkata lagi, "Apakah engkau akan bersumpah untukku pada hari kiamat kelak bahwa aku telah berhukum dengan kitab Allah dan berlaku adil?" Ibnu Abbas lalu menjawab, "Aku akan bersaksi untukmu wahai Amirul Mukminin." Ketika itu Ali bin Abu Thalib menimpali, "Dan aku akan bersaksi pula untukmu, wahai Amirul Mukminin."[10]

             Umar bin Khattab kemudian berkata, "Lalu bagaimana dengan hutang-hutangku? Akau takut bila menghadap Allah, sedangkan aku masih memiliki hutang." Kemudian para sahabat menghitung semua hutang-hutangnya. setelah usai menghitung, terbilanglah bahwa hutangnya sebanyak delapan puluh enam ribu dirham.

            Setelah itu, para sahabat mengumpulkan harta mereka untuk melunasi hutang-hutang Umar bin Khattab hingga ketika ia bertemu dengan Allah, ia tidak memiliki hutang. Sepekan setelah kematian Umar, terkumpullah harta tersebut lalu dibayarkan kepada Khalifah Utsman bin Affan, sehinga setelah itu Umar bin Khattab telah terbebas dari tanggungan hutang mana pun.

            Pada detik-detik terakhir kematian Umar bin Khattab, ia meminta puteranya menghadap Ummul Mukminin Aisyah ra. untuk meminta izin agar setelah kematiannya nanti ia dikuburkan di dekat makam Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia berkata kepada puteranya, "Katakanlah kepada Aisyah ra., Umar meminta izin dan jangan engkau katakan Amirul Mukminin meminta izin. Sebab aku tidak patut sebagai pemimpin bagi kaum muslimin. Dan katakan kepadanya bahwa Umar tidak akan merasa tenang sehingga ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya dan ia meminta izin kepadamu. Jika ia mengizinkanku, maka segeralah datang kemari menemuiku!"

             Ketika Abdullah bin Umar tiba di tempat Ummul Mukminin, ia mendapatinya tengah menangis. Aisyah sadar, kematian Umar itu sama halnya dengan terbukanya pintu-pintu fitnah. Ibnu Umar kemudian berkata kepadanya, "Dia meminta kepadamu agar ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya." Mendengar hal itu Aisyah menjawab, "Sebenarnya aku ingin agar tempat itu untukku. Jika Umar menginginkannya, maka aku mengutamakan dirinya daripada diriku."

             Setelah itu, Abdullah bin Umar kembali menemui bapaknya untuk memberi kabar gembira. Umar bertanya kepadanya, "Apa yang ia katakan padamu wahai Ibnu Umar?" Abdullah menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, aku beritahukan kabar gembira untukmu bahwa ia telah mengizinkanmu." Mendengar hal itu Umar berkata, "Alhamdulillah." Lalu ia kembali berkata, "Wahai Ibnu Umar! Jika aku telah mati bawalah aku dan baringkanlah aku di depan pintu Aisyah lalu katakanlah bahwa Umar meminta izin. Boleh jadi ia mengizinkanku ketika aku masih hidup karena merasa malu kepadaku."[11]

            Sebelum Umar bin Khattab meningal, ia telah memilih enam orang diantara para sahabat yang akan menggantikannya menjadi khalifah. Mereka adalah, Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abu Waqash dan Abdurrahman bin Auf. Ketika puteranya diusulkan menjadi salah satu dari dewan syura, ia berkata, "Cukuplah satu saja keluarga Umar bin Khattab yang akan ditanya tentang urusan manusia pada hari kiamat kelak."

Umar bin Khattab meninggal pada hari Rabu, tangal 23 Dzulhijjah. Tepatnya, pada tahun 23 Hijriyah. Seluruh penduduk Madinah menangisi kepergiannya, dan ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya.[12]

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

 

A. Kesimpulan

Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Umar bin Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat secara umum.

Keberhasilan Umar dalam memimpin ekspansi adalah terletak dari pribadi Umar itu sendiri. Sosok Umar dalam sejarah berkembangnya Islam, gampang diterima gagasannya oleh masyarakat pada saat itu adalah karena ketegasan dan bergaya hidup sederhanaan dan hemat, penerus Abu Bakar ini yang berperawakan tinggi, kuat dan agak botak, untuk beberapa lama setelah di angkat menjadi khalifah, tetap mencari penghidupan dengan cara berdagang dan sepanjang hayatnya menjalani kehidupan sederhana mirip dengan para kepala suku Badui.

Umar bin Khattab meninggal pada hari Rabu, tangal 23 Dzulhijjah. Tepatnya, pada tahun 23 Hijriyah. Seluruh penduduk Madinah menangisi kepergiannya, dan ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya.

 

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata sempurna, maka dari ini kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca makalah ini untuk lebih memperbaiki atau penyempurnaan makalah kami.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ibrahim a. Qasim, a. Saleh muhammad, Buku Pintar Sejarah Islam.

Jakarta: Zaman. 2014.

Muhammad  ashalabi ali,  Biografi Umar Bin Khattab. Jakata: Beirut, 2014.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

\

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Ali muhammad ash-shalabi, biografi umar bin khattab, Jakarta:beirut publishing, 2014,h.31.

[2] Ibid.h.32.

[3] Qasim a. Ibarahim, buku pintar sejarah islam, jakarta:zaman , 2014, h.130

[4] Ibid.h.599.

[5] Ibid.h.600.

[6] Ibid.h.600.

[7] Qasim A.ibrahim,sejarah islam.Jakarta.Zaman.2014.h.201.

[8] Ibid.h.202.

[9] Ibid.h.203.

[10] Ibid.h.204.

[11] Ibid.h.205.

[12] Ibid.h.205. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar