ALIRAN HUMANISME DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
(KI HAJAR DEWANTARA)
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
MUH. NUR IHSAN. HS
NIM: 20100119048
TAUFIQURRAHMAN
NIM: 20100119056
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat
Allah Swt. karena hanya dengan ridho dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang berjudul “Aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan (Ki
Hajar Dewantara)”.
Adapun keberadaan isi makalah ini bukanlah hal
yang begitu istimewa, tetapi upaya keras telah kami lakukan demi kesempurnaan
makalah ini. Terlepas dari kesalahan bahwa keberadaan makalah ini merupakan
tugas yang harus kami selesaikan, kami tetap berharap semoga isi makalah ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkan.
Karena itu, saran serta kritik yang bersifat
membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
selanjutnya. Akhirnya kepada Allah swt, jualah kami mengembalikan segalanya dan
semoga makalah ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya.
Amin Ya Rabbal Alamin
Kolaka, 25 Desember 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.
Latar Belakang............................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A.
Definisi dan Tujuan Aliran Humanisme dalam
Filsafat Pendidikan..... 3
B.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
Pendidikan..................... 7
C. Implementasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Indonesia... 11
BAB
III PENUTUP......................................................................................... 14
A.
Kesimpulan.................................................................................... 14
B. Saran.............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah peradaban manusia selalu diawalai dengan munculnya berbagai
pemikiran dan pemikiran yang melakukan pemberontakan atas segala keadaan pada
zamannya, baik ilmuwan yang memunculkan kegelisahan dalam berbagai situasi yang
akhirnya memunculkan sejumlah pemikir cerdas yang merubah tatanan kehidupan,
mempertanyakan kebenaran yang selama ini diterima saja menuju kemajuan peradaban
manusia.
Filsafat
humanisme berasal dari masa klasik barat dan klasik timur yang dasar pemikiran
filsafat ini ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik Cina konfusius dan
pemikiran klasik Yunani. Perkembangan aliran humanisme terjadi selama 3 tahap
yaitu (1) pada masa tahun 1950-an dan 1960-an selama Renaissance di Eropa pada
abad ke-16, gerakan ini muncul karena reaksi terhadap dehumanis yang telah
terjadi berabad-abad, sebagai akibat langsung dari kekuasaan pemimpin agama
yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap
dogma-dogma agama yang kemudian diterjemahkan dalam segenap bidang kehidupan di
Eropa; (2) perkembangan selajutnya terjadi pada abad ke-18 pada masa pencerahan
(aufklarung), di mana tokohnya adalah J.J Rousseu yang mengutamakan pandangan
tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan
tujuan-tujuan pendidikan; (3) berkembang lagi pada abad ke-20 yang disebut
humanisme kontemporer, merupakan reaksi protes terhadap dominisi kekuatan-kekuatan
yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia
di era modern.
Hampir segenap
peradaban modern ini selalu meletakkan manusia sebagai subjek otonom, pusat
kesadaran dunia yang mempunyai hak penuh secara bebas mengembangkan
kreaktivitasnya tanpa terbelenggu oleh otoritas apapun, termasuk otoritas
agama. Pada konteks inilah humanisme sebagai aliran filsafat yang menempatkan
kebebasan manusia baik berfikir, bertindak dan bekerja sebagai segala-galanya,
berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya peradaban modern.
Selain itu
filsafat humanisme juga merupakan aliran yang membentuk basis untuk filsafat
pendidikan. Berikut akan kami jelaskan terkait aliran humanisme dan pendidikan
humanis menurut Ki Hajar Dewantara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan tujuan aliran Humanisme dalam
Filsafat Pendidikan?
2. Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan?
3.
Bagaimana implementasi pemikiran Ki Hajar
Dewantara dengan Pendidikan Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi dan tujuan aliran
Humanisme dalam Filsafat Pendidikan
2. Untuk mengetahui pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan
3. Untuk mengetahui implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan
Pendidikan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Tujuan Aliran Humanisme
dalam Filsafat Pendidikan
Humanisme
berasal dari kata Latin humanus dan mempunyai akar kata homo yang
berarti manusia. Humanus berarti bersiat manusiawi sesuai dengan kodrat
manusia sementara isme berarti paham atau aliran.[1]
Istilah humanisme
ditemukan pada sekitar abad ke-19, pertama kali diciptakan pada tahun 1808 yang
pada bahasa Jerman lebih dikenal dengan humanismus, untuk merujuk pada
suatu bentuk pendidikan yang memberikan tempat khusus bagi karya-karya klasik Yunani
dan Latin. Kemudian kata humanisme mulai muncul di Inggris. Munculnya kata humanism
di Inggris yang pertama kali di catat yaitu tulisan Samuel Coleridge Taylor
yang mana kata tersebut digunakan untuk menyatakan suatu posisi Kristologis,
yaitu kepercayaan bahwa Yesus Kristus adalah manusia murni.[2]
Humanisme
merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur,
mampu menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan
diri. Humanisme dalam Islam tidak bisa lepas dari konsep hablum minannas.
Manusia sebagai agen Tuhan di bumi atau khalifatullah memiliki
seperangkat tanggung jawab.
Humanis dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan
terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan,
pengabdi kepentingan sesama umat manusia.[3]
Humanisme
adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia
serta menjadikannya sebagai kriteria dalam segala hal. Humanisme telah menjadi
sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh
etnisitas manusia, berlawanan dengan sistemsistem beretika tradisonal yang
hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.[4]
Humanisme
adalah cara berpikir bahwa mengemukakan konsep peri kemanusiaan sebagai fokus
dan satu-satunya. Humanisme sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan
pada berbagai nilai, karakteristik, dan tindak tanduk yang dipercaya terbaik
bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural manapun.[5]
Menurut Harjana
humanisme difahami sebagai pandangan yang menekankan pada martabat, peran,
tanggung jawab, dan kemampuan manusia. Pandangan ini manusia bermartabat luhur,
dapat menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan
diri memenuhi kehidupan dan dapat membedakan antara baik dan buruk, salah dan
benar dan mampu bertanggung jawab atas perilaku dan hidupnya. Semula humanisme
dimaknai sebagai bentuk gerakan dengan tujuan untuk mempromosikan harkat dan
martabat manusia. Sebagai pemikiran etis yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, humanisme menekankan harkat, peran, tanggug jawab yang mempuyai
kedudukan yang istimewa dan berkemampuan lebih dari mahluk lainya karena
mempunyai rohani.[6]
Menurut Ali
Syari’ati humanisme ialah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok
yang dimiliki manusia adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Ia
memandang manusia sebagai makhluk mulia, dan prinsip-prinsip yang disarankannya
didasarkan atas pemenuhan kebutuhankebutuhan pokok yang bisa membentuk spesies
manusia.[7]
Pada umumnya
humanisme adalah estimasi hidup yang mengakui bahwa manuisa itu merupakan makhluk
yang spesifik dan khusus. Manusia memiliki struktur tersendiri, memiliki
kecenderungan-kecenderungan serta hubungan dengan sesama secara khusus. Cara
hidup, cara berbahagia, caranya bekerja memiliki ciri-ciri yang khas, yang
tidak terdapat di luar lingkunga manusia. inilah kira-kira konsep yang umum
mengenai manusia, yang kurang lebih diakui dalam berbagai kalangan humanisme.
Selanjutnya, konsep yang umum itu masih ditambah dengan berbagai pengkhususan
menurut pandangan hidup masing-masing cabang humansime.[8]
Adapun tujuan
dari aliran humanisme adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa
perikemanusian dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik atau aliran
yang megganggap manusia sebagai umat manusia.[9]
Teori humanisme
adalah suatu teori yang bertujuan memanusiakan manusia. Artinya perilaku tiap
orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap
lingkungan dan dirinya sendiri. Seperti halnya dalam Paradigma pendidikan
humanistik memandang manusia sebagai ”manusia”, yakni makhluk ciptaan Tuhan
dengan fitrah-fitrah tertentu.
Secara umum,
teori humanisme lebih mengacu kepada proses belajar yang ditujukan untuk
memanusiakan manusia, seperti pemahaman diri, aktualitas diri, serta realisasi
diri secara optimal.[10]
Di bawah ini
beberapa tujuan umum ajaran humanis, yaitu:
1.
Perbaikan komunikasi antara individu,
2.
Meniadakan individu yang saling bersaing,
3.
Keterlibatan intelek dan emosi dalam suatu proses
belajar,
4.
Memahami dinamika bekerjasama, dan
5.
Kepekaan kepada pengaruh perilaku individu lain dalam
lingkungan. Bila tujuan umum di atas telah dicapai, maka belajar akan
berlangsung baik pada tingkat pribadi atau antar pribadi.[11]
Tujuan dari
pendidikan humanis adalah terciptanya satu proses dan pola pendidikan yang senantiasa
menempatkan manusia sebagai manusia, yaitu manusia yang memiliki segala potensi
yang dimilikinya yang perlu untuk mendapatkan bimbingan.
B. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan
1. Biografi Ringkas Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara memiliki nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat,
kemudian pada tahun 1922 beliau mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.
Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dari keluarga bangsawan
Yogyakarta beliau merupakan cucu Pakualam III.
Ayah Ki Hajar Dewantara bernama K.P.H. Suryaningrat dan ibunya bernama
Raden Ayu Sandiyah. Pada masa lingkungan hidup Ki Hajar Dewantara kecil sangat
mempengaruhi jiwanya yang sangat peka dan tertarik terhadap kesenian dan
nilai-nilai kultur maupun keagamaan. Setelah mengganti namanya menjadi Ki Hajar
Dewantara, beliau dapat leluasa bergaul dengan rakyat sehingga dengan demikian
perjuangan beliau menjadi lebih mudah diterima pada masa itu.[12]
Ki Hajar Dewantara aktif sebagai wartawan muda, aktif dalam organisasi
sosial dan politik yakni Boedi Oetomo tahun 1908. Aktif juga menjadi anggota
organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo
yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh
Douwes Dekker.
2. Pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara
Pendidikan adalah usaha dasar untuk memberikan nilai-nilai kebatinan dan
kebudayaan yang ada dalam hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan pada setiap
keturunan, tidak saja berupa “pemeliharaan” tetapi juga bertujuan untuk
memajukan dan mengembangkan kebudayaan.[13]
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya.
Ki Hajar Dewantara mengajukan konsep tri pusat pendidikan, antara lain:
Pertama, pendidikan keluarga. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa dalam sistem
Taman Siswa, keluarga mendapat tempat yang istimewa karena keluarga merupakan
lingkungan yang kecil, tetapi keluarga merupakan tempat yang suci dan murni
dalam dasar-dasar sosial, oleh karena itu keluarga merupakan satu pusat
pendidikan yang mulia. Dalam lingkungan keluarga, seseorang dapat menerima
segala kebiasaan mengenai hidup bermasyarakat, keagamaan, kesenian, ilmu
pengetahuan dan lain sebagainya.
Kedua, pendidikan dalam alam perguruan. Ki Hajar Dewantara menolak
pandangan bahwa pendidikan sosial merupakan tugas sekolah sepenuhnya. Bagi Ki
Hajar Dewantara, selama sistem sekolah masih bertujuan untuk pencarian dan
pemberian ilmu pengetahuan dan kecerdasan pikiran maka pengaruhnya tidak banyak
bagi kehidupan. Pendidikan dalam alam perguruan wajib untuk mengusahakan
kecerdasan berpikir dan pemberian ilmu pengetahuan. Apabila sekolah dan
keluarga berpisah maka pendidikan yang dihasilkan dalam ruang keluarga akan
sia-sia, karena pengaruh sekolah yang mengasah intelektual yang sangat kuat.
Sekolah tidak dapat berpisah dengan kehidupan keluarga. Sekolah dan keluarga
dapat saling mengisi dan melengkapi agar dapat mencapai tujuan pendidikan.
Ketiga, pendidikan dalam alam pemuda. Konsep ini muncul dilatarbelakangi
karena pergerakan pemuda pada waktu itu yang sebagian meniru prilaku dan
kebudayaan barat. Pada masa pergerakan kemerdekaan, pergerakan pemuda tampak
memisahkan diri dari keluarganya. Ki Hajar Dewantara melihat hal tersebut
sebagai sesuatu yang berbahaya, oleh sebab itu Ki Hajar Dewantara memasukkan
pergerakan pemuda sebagai pusat pendidikan.[14]
3. Tujuan Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan merupakan tonggak
berdirinya sebuah bangsa yang besar, berdaulat, berharkat dan bermartabat.
Pendidikan yang ingin dijalankan oleh Ki Hadjar Dewantara itu berorientasi pada
pendidikan kerakyatan. Ia mau mendidik rakyatnya, membina kehidupan bangsa dan
kebudayaan nasional.
Pendidikan yang menjadi cita-cita Ki Hajar Dewantara adalah membentuk anak
didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin. Luhur akal budinya serta
sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bertanggungjawab
atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut maka Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa konsep dan
teori pendidikan di antaranya pendidikan yang humanis. Pendidikan yang dimaksud
oleh Ki Hajar Dewantara memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak
hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge,
tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses transformasi nilai (transformation
of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembentukan karakter
manusia agar menjadi sebenar-benar manusia.
Ki Hadjar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan
membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi
konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti (a) tidak
hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan (c) cakap
mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah
diatur tetapi tidak bisa disetir.[15]
4. Metode Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara merangkum konsep yang dikenal
dengan istilah Among Methode atau sistem among. Among mempunyai
pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.[16]
Sistem among yang menyokong kodrat alam anak didik bukan dengan
“perintah-paksaan”, tetapi dengan tuntunan agar berkembang hidup lahir dan
batin anak menurut kodratnya secara subur dan selamat. Sistem among
mengemukakan dua prinsip dasar, yaitu:
a.
Kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan
menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada
dalam kekuasaan golongan apapun.
b.
Kodrat alam adalah syarat untuk menghidupkan dan mencapai
kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani” dimana kita dapat
“menemukenali” anak, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun
tetap dilaksanakan dengan kasih sayang. Tidak dengan hukuman atau paksaan
karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka anak.
C. Implementasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara terhadap Pendidikan
Indonesia
Di Indonesia, pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan telah
menjadi citra tersendiri bagi sejarah
pendidikan Indonesia. Semboyannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di
belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan).
Implementasi pendidikan humanistik Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan
nasional antara lain sebagai peletak dasar pendidikan nasional, pencetus konsep
pendidikan demokrasi dalam pendidikan yang semuanya terformulasikan dalam
slogan pendidikan nasional Tut Wuri Handayani.
Tenaga pendidik adalah unsur terdepan yang akan menentukan kemajuan mutu
pendidikan dalam suatu bangsa. Seorang tenaga pendidik yang lebih kompeten
dapat menjamin perbaikan kualitas sumber daya manusia dalam sebuah negara.
Dalam proses pengembangan kemajuan tenaga pendidik maka di gunakan Trilogi
Pendikan Ki Hajar Dewantara sebagai pedoman bagi tenaga pendidik.[17]
Konsepsi merdeka belajar dalam dunia pendidikan kini menjadi perbincangan
yang hangat, gagasan “merdeka belajar” yang dicanangkan oleh Mentri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim digadang-gadang sebagai angin segar
bagi pendidikan Indonesia. Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud,
Evy Mulyani memaparkan bahwa memang benar slogan “merdeka belajar” ini
terinspirasi filosofi oleh Ki Hajar Dewantara. Slogan ini telah melalui
pembahasan dengan berbagai pihak yang ada mulai dari latar belakang keilmuan
hukum, sosial, etika, dan aspek pendidikan. Menurutnya Ki Hajar Dewantara
mengarahkan semangat dan bagaimana cara mendidik anak menjadi seornag manusia
yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka raga/tenaganya. Karena
itulah ini menjadi akar filosofi merdeka belajar yang dijalankan Kemendikbud
dibawah kepemimpinan Nadiem Makarim.[18]
Nadiem menyebut bahwa kurikulum merupakan dasar akan adanya pembelajaran.
Pembelajaran dalam sistem Merdeka Belajar memandang bahwa pembelajaran harus
diimplementasikan menngunakan model pembelajaran yang inovatif. Pada tuntutan
saat ini blanded learning menjadi salah satu model pembelajaran pilihan untuk
diimplementasikan di dunia pendidikan.[19]
Melihat konsep filsafat dari Ki Hajar Dewantara menunjukkan bahwa
pendidikan yang baik adalah pendidikan humanis yakni memanusiakan manusia. Konsep
inilah yang dipakai Nadiem dalam merumuskan kebijakan Merdeka Belajar.
Pendidikan yang baik bersifat terbuka dan tidak memaksa peserta didik. Dengan
demikian hasil penelitian kepustakaan ini menunjukkan bahwa adanya relevansi
yang mendasar implementasi kebijakan Merdeka Belajar dengan filsafat yang
dikemukakan oleh tokoh besar Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara.[20]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Humanisme berasal dari kata Latin humanus
dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti
bersiat manusiawi sesuai dengan kodrat manusia. Humanisme merupakan aliran
dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan
nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri.
2. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa
pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Bapak Pendidikan Nasional
Ki Hajar Dewantara merangkum konsep yang dikenal dengan istilah Among
Methode atau sistem among.
3. Implementasi pendidikan humanistik Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan nasional antara lain sebagai peletak dasar pendidikan nasional, pencetus konsep pendidikan demokrasi dalam pendidikan yang semuanya terformulasikan dalam slogan pendidikan nasional Tut Wuri Handayani. Melihat konsep filsafat dari Ki Hajar Dewantara menunjukkan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan humanis yakni memanusiakan manusia. Konsep inilah yang dipakai Nadiem dalam merumuskan kebijakan Merdeka Belajar.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
atau kesalahan didalamnya baik dari segi isi ataupun bahasa dalam menguraikan
tata bahasanya. Oleh karena, kami sangat mengharapkan saran dari pembaca supaya
makalah ini bisa jauh lebih baik dari sebelumnya, semoga aktifitas kita sebagai
mahasiswa mendapat berkah dari Allah Swt. dan makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Alfaruq, Muh. Najib. “Pendidikan Humanisme: Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
dan Paulo Freire”. Skripsi (Surakarta: Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah, (2014).
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
V (2016)
Farida, Yushinta
Eka. “Humanisme Dalam Pendidikan Islam”. Jurnal Tarbawi, vol. 12 no. 1
(Juni 2015).
Fermadi, Bayu. “Humanisme Sebagai Dasar Pembentukan Etika Religius; Dalam Perspektif
Ibnu Athā’illah Al-Sakandarī”. Jurnal Islam
Nusantara, vol. 2 no. 1 (Januari 2018).
“Humanisme”, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Humanisme (25 Desember 2020).
Idris, Muh.
“Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengembangan Pendidikan Islam”.
Miqot, vol. 38 no. 2 (Juli 2014).
Istiq’faroh,
Nurul. “Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan
Pendidikan
Nasional Merdeka Belajar Di Indonesia”. Jurnal
Pendidikan, vol. 3 no. 2
(Agustus 2020).
Kusumastita,
Imelda Indah “Implementasi Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Untuk
Tenaga
Pendidik Di Indonesia”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 9 no. 2
(2020).
Marisyah, Ab. “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan”. Jurnal Pendidikan
Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019).
Noventari, Widya. “Konsepsi Merdeka Belajar Dalam Sistem Among Menurut Pandangan Ki
Hajar Dewantara”. PKn Progresif, vol. 15 no. 1 (Juni 2020).
Ratnawi, Dewi. “Implementasi Konsep Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Qur’an
Surat Al-Isra’
Ayat 70”. Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7 no.
2 (November 2019).
Safitri, Eka
Nilam. “Konsep Humanisme Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam”. Jurnal
Studi Kependidikan dan Keislaman, vol. 7 no. 1
(2020).
Sopyan, Arisal. “Pemikiran Humanistik Dalam Pendidikan: Perbandingan
Pemikiran Paulo
Freire Dengan
Ki Hajar Dewantara”. (2020).
Sulasmi, Emilda. “Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengelolaan Pendidikan Di
Indonesia”. Yogyakarta: Bildung Nusantara, 2020.
[1] Bayu Fermadi, “Humanisme
Sebagai Dasar Pembentukan Etika Religius; Dalam Perspektif Ibnu Athā’illah
Al-Sakandarī,” Jurnal Islam Nusantara, vol. 2 no. 1 (Januari 2018), h.73
[2]Eka Nilam
Safitri, “Konsep Humanisme Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam,” Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, vol. 7 no. 1 (2020), h. 80
[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
V (2016)
[4] “Humanisme”, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Humanisme (25 Desember 2020).
[5] Muh. Idris,
“Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengembangan Pendidikan Islam,” Miqot, vol. 38 no. 2
(Juli 2014), h. 424
[6] Dewi Ratnawi, “Implementasi Konsep Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Qur’an Surat
Al-Isra’ Ayat 70,” Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7 no. 2
(November 2019), h. 342
[7] Muh. Najib Alfaruq, “Pendidikan Humanisme: Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Paulo Freire”, Skripsi (Surakarta: Fak. Agama Islam Universitas Muhammadiyah,
2014), h. 1
[8] Eka
Nilam Safitri, “Konsep Humanisme Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam,” Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, vol. 7 no. 1 (2020), h. 81
[9] Yushinta
Eka Farida, “Humanisme Dalam Pendidikan Islam,” Jurnal Tarbawi, vol. 12 no. 1 (Juni 2015), h. 108
[10] Dewi
Ratnawi, “Implementasi Konsep Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Qur’an
Surat Al-Isra’ Ayat 70,” Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7 no. 2 (November 2019),
h. 342
[11] Emilda Sulasmi, “Konsep
Pendidikan Humanis Dalam Pengelolaan Pendidikan Di Indonesia” (Yogyakarta: Bildung Nusantara, 2020), h. 49
[12] Ab Marisyah, “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019), h. 1516-1517
[13] Ab Marisyah,
“Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan,” Jurnal Pendidikan
Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019), h. 1514
[14] Ab Marisyah, “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019), h. 1517-1518
[15] Arisal Sopyan, “Pemikiran Humanistik Dalam Pendidikan: Perbandingan
Pemikiran Paulo Freire Dengan Ki Hajar Dewantara,” h. 79
[16] Arisal Sopyan, “Pemikiran Humanistik Dalam Pendidikan: Perbandingan
Pemikiran Paulo Freire Dengan Ki Hajar Dewantara,” h. 80
[17] Imelda Indah
Kusumastita, “Implementasi Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Untuk Tenaga
Pendidik Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 9 no. 2
(2020), h. 112
[18] Widya Noventari, “Konsepsi Merdeka Belajar Dalam Sistem Among Menurut Pandangan Ki
Hajar Dewantara,” PKn Progresif, vol. 15 no. 1 (Juni 2020) h. 87
[19] Nurul
Istiq’faroh, “Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan
Pendidikan Nasional Merdeka Belajar Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan,
vol. 3 no. 2 (Agustus 2020), h. 3
[20]
Nurul
Istiq’faroh, “Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan
Pendidikan Nasional Merdeka Belajar Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan, vol.
3 no. 2 (Agustus 2020), h. 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar