Minggu, 27 Desember 2020

Makalah Aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan

ALIRAN HUMANISME DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

(KI HAJAR DEWANTARA)

 

 

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah

Filsafat Pendidikan Jurusan Pendidikan Agama Islam

 

Oleh:

MUH. NUR IHSAN. HS

NIM: 20100119048

TAUFIQURRAHMAN

NIM: 20100119056

 

 

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2020



KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. karena hanya dengan ridho dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan (Ki Hajar Dewantara)”.

Adapun keberadaan isi makalah ini bukanlah hal yang begitu istimewa, tetapi upaya keras telah kami lakukan demi kesempurnaan makalah ini. Terlepas dari kesalahan bahwa keberadaan makalah ini merupakan tugas yang harus kami selesaikan, kami tetap berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkan.

Karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya kepada Allah swt, jualah kami mengembalikan segalanya dan semoga makalah ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya.

Amin Ya Rabbal Alamin

Kolaka, 25 Desember 2020

 

 

              Penulis

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................    ii

DAFTAR ISI........................................................................................................    iii

BAB   I     PENDAHULUAN.............................................................................    1

A.    Latar Belakang...............................................................................    1

B.     Rumusan Masalah..........................................................................    2

C.     Tujuan Penulisan............................................................................    2

BAB   II    PEMBAHASAN................................................................................    3

A.    Definisi dan Tujuan Aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan.....   3

B.     Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan.....................    7

C.     Implementasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Indonesia...    11

BAB   III   PENUTUP.........................................................................................    14

A.    Kesimpulan....................................................................................    14

B.     Saran..............................................................................................    15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................    16

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

 Sejarah peradaban manusia selalu diawalai dengan munculnya berbagai pemikiran dan pemikiran yang melakukan pemberontakan atas segala keadaan pada zamannya, baik ilmuwan yang memunculkan kegelisahan dalam berbagai situasi yang akhirnya memunculkan sejumlah pemikir cerdas yang merubah tatanan kehidupan, mempertanyakan kebenaran yang selama ini diterima saja menuju kemajuan peradaban manusia.

Filsafat humanisme berasal dari masa klasik barat dan klasik timur yang dasar pemikiran filsafat ini ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik Cina konfusius dan pemikiran klasik Yunani. Perkembangan aliran humanisme terjadi selama 3 tahap yaitu (1) pada masa tahun 1950-an dan 1960-an selama Renaissance di Eropa pada abad ke-16, gerakan ini muncul karena reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad, sebagai akibat langsung dari kekuasaan pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agama yang kemudian diterjemahkan dalam segenap bidang kehidupan di Eropa; (2) perkembangan selajutnya terjadi pada abad ke-18 pada masa pencerahan (aufklarung), di mana tokohnya adalah J.J Rousseu yang mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan; (3) berkembang lagi pada abad ke-20 yang disebut humanisme kontemporer, merupakan reaksi protes terhadap dominisi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern.

Hampir segenap peradaban modern ini selalu meletakkan manusia sebagai subjek otonom, pusat kesadaran dunia yang mempunyai hak penuh secara bebas mengembangkan kreaktivitasnya tanpa terbelenggu oleh otoritas apapun, termasuk otoritas agama. Pada konteks inilah humanisme sebagai aliran filsafat yang menempatkan kebebasan manusia baik berfikir, bertindak dan bekerja sebagai segala-galanya, berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya peradaban modern.

Selain itu filsafat humanisme juga merupakan aliran yang membentuk basis untuk filsafat pendidikan. Berikut akan kami jelaskan terkait aliran humanisme dan pendidikan humanis menurut Ki Hajar Dewantara.

B. Rumusan Masalah

1.      Apa definisi dan tujuan aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan?

2.      Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan?

3.      Bagaimana implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui definisi dan tujuan aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan

2.      Untuk mengetahui pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan

3.      Untuk mengetahui implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Indonesia

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Tujuan Aliran Humanisme dalam Filsafat Pendidikan

Humanisme berasal dari kata Latin humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti bersiat manusiawi sesuai dengan kodrat manusia sementara isme berarti paham atau aliran.[1]

Istilah humanisme ditemukan pada sekitar abad ke-19, pertama kali diciptakan pada tahun 1808 yang pada bahasa Jerman lebih dikenal dengan humanismus, untuk merujuk pada suatu bentuk pendidikan yang memberikan tempat khusus bagi karya-karya klasik Yunani dan Latin. Kemudian kata humanisme mulai muncul di Inggris. Munculnya kata humanism di Inggris yang pertama kali di catat yaitu tulisan Samuel Coleridge Taylor yang mana kata tersebut digunakan untuk menyatakan suatu posisi Kristologis, yaitu kepercayaan bahwa Yesus Kristus adalah manusia murni.[2]

Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Humanisme dalam Islam tidak bisa lepas dari konsep hablum minannas. Manusia sebagai agen Tuhan di bumi atau khalifatullah memiliki seperangkat tanggung jawab.

Humanis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia.[3]

Humanisme adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria dalam segala hal. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistemsistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.[4]

Humanisme adalah cara berpikir bahwa mengemukakan konsep peri kemanusiaan sebagai fokus dan satu-satunya. Humanisme sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan pada berbagai nilai, karakteristik, dan tindak tanduk yang dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural manapun.[5]

Menurut Harjana humanisme difahami sebagai pandangan yang menekankan pada martabat, peran, tanggung jawab, dan kemampuan manusia. Pandangan ini manusia bermartabat luhur, dapat menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri memenuhi kehidupan dan dapat membedakan antara baik dan buruk, salah dan benar dan mampu bertanggung jawab atas perilaku dan hidupnya. Semula humanisme dimaknai sebagai bentuk gerakan dengan tujuan untuk mempromosikan harkat dan martabat manusia. Sebagai pemikiran etis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, humanisme menekankan harkat, peran, tanggug jawab yang mempuyai kedudukan yang istimewa dan berkemampuan lebih dari mahluk lainya karena mempunyai rohani.[6]

Menurut Ali Syari’ati humanisme ialah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimiliki manusia adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Ia memandang manusia sebagai makhluk mulia, dan prinsip-prinsip yang disarankannya didasarkan atas pemenuhan kebutuhankebutuhan pokok yang bisa membentuk spesies manusia.[7]

Pada umumnya humanisme adalah estimasi hidup yang mengakui bahwa manuisa itu merupakan makhluk yang spesifik dan khusus. Manusia memiliki struktur tersendiri, memiliki kecenderungan-kecenderungan serta hubungan dengan sesama secara khusus. Cara hidup, cara berbahagia, caranya bekerja memiliki ciri-ciri yang khas, yang tidak terdapat di luar lingkunga manusia. inilah kira-kira konsep yang umum mengenai manusia, yang kurang lebih diakui dalam berbagai kalangan humanisme. Selanjutnya, konsep yang umum itu masih ditambah dengan berbagai pengkhususan menurut pandangan hidup masing-masing cabang humansime.[8]

Adapun tujuan dari aliran humanisme adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusian dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik atau aliran yang megganggap manusia sebagai umat manusia.[9]

Teori humanisme adalah suatu teori yang bertujuan memanusiakan manusia. Artinya perilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Seperti halnya dalam Paradigma pendidikan humanistik memandang manusia sebagai ”manusia”, yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu.

Secara umum, teori humanisme lebih mengacu kepada proses belajar yang ditujukan untuk memanusiakan manusia, seperti pemahaman diri, aktualitas diri, serta realisasi diri secara optimal.[10]

Di bawah ini beberapa tujuan umum ajaran humanis, yaitu:

1.      Perbaikan komunikasi antara individu,

2.      Meniadakan individu yang saling bersaing,

3.      Keterlibatan intelek dan emosi dalam suatu proses belajar,

4.      Memahami dinamika bekerjasama, dan

5.      Kepekaan kepada pengaruh perilaku individu lain dalam lingkungan. Bila tujuan umum di atas telah dicapai, maka belajar akan berlangsung baik pada tingkat pribadi atau antar pribadi.[11]

Tujuan dari pendidikan humanis adalah terciptanya satu proses dan pola pendidikan yang senantiasa menempatkan manusia sebagai manusia, yaitu manusia yang memiliki segala potensi yang dimilikinya yang perlu untuk mendapatkan bimbingan.

 

B. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan

1.      Biografi Ringkas Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara memiliki nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, kemudian pada tahun 1922 beliau mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dari keluarga bangsawan Yogyakarta beliau merupakan cucu Pakualam III.

Ayah Ki Hajar Dewantara bernama K.P.H. Suryaningrat dan ibunya bernama Raden Ayu Sandiyah. Pada masa lingkungan hidup Ki Hajar Dewantara kecil sangat mempengaruhi jiwanya yang sangat peka dan tertarik terhadap kesenian dan nilai-nilai kultur maupun keagamaan. Setelah mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, beliau dapat leluasa bergaul dengan rakyat sehingga dengan demikian perjuangan beliau menjadi lebih mudah diterima pada masa itu.[12]

Ki Hajar Dewantara aktif sebagai wartawan muda, aktif dalam organisasi sosial dan politik yakni Boedi Oetomo tahun 1908. Aktif juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Douwes Dekker.

2.       Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Pendidikan adalah usaha dasar untuk memberikan nilai-nilai kebatinan dan kebudayaan yang ada dalam hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan pada setiap keturunan, tidak saja berupa “pemeliharaan” tetapi juga bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan.[13]

Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya.

Ki Hajar Dewantara mengajukan konsep tri pusat pendidikan, antara lain: Pertama, pendidikan keluarga. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa dalam sistem Taman Siswa, keluarga mendapat tempat yang istimewa karena keluarga merupakan lingkungan yang kecil, tetapi keluarga merupakan tempat yang suci dan murni dalam dasar-dasar sosial, oleh karena itu keluarga merupakan satu pusat pendidikan yang mulia. Dalam lingkungan keluarga, seseorang dapat menerima segala kebiasaan mengenai hidup bermasyarakat, keagamaan, kesenian, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.

Kedua, pendidikan dalam alam perguruan. Ki Hajar Dewantara menolak pandangan bahwa pendidikan sosial merupakan tugas sekolah sepenuhnya. Bagi Ki Hajar Dewantara, selama sistem sekolah masih bertujuan untuk pencarian dan pemberian ilmu pengetahuan dan kecerdasan pikiran maka pengaruhnya tidak banyak bagi kehidupan. Pendidikan dalam alam perguruan wajib untuk mengusahakan kecerdasan berpikir dan pemberian ilmu pengetahuan. Apabila sekolah dan keluarga berpisah maka pendidikan yang dihasilkan dalam ruang keluarga akan sia-sia, karena pengaruh sekolah yang mengasah intelektual yang sangat kuat. Sekolah tidak dapat berpisah dengan kehidupan keluarga. Sekolah dan keluarga dapat saling mengisi dan melengkapi agar dapat mencapai tujuan pendidikan.

Ketiga, pendidikan dalam alam pemuda. Konsep ini muncul dilatarbelakangi karena pergerakan pemuda pada waktu itu yang sebagian meniru prilaku dan kebudayaan barat. Pada masa pergerakan kemerdekaan, pergerakan pemuda tampak memisahkan diri dari keluarganya. Ki Hajar Dewantara melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang berbahaya, oleh sebab itu Ki Hajar Dewantara memasukkan pergerakan pemuda sebagai pusat pendidikan.[14]

3.      Tujuan Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan merupakan tonggak berdirinya sebuah bangsa yang besar, berdaulat, berharkat dan bermartabat. Pendidikan yang ingin dijalankan oleh Ki Hadjar Dewantara itu berorientasi pada pendidikan kerakyatan. Ia mau mendidik rakyatnya, membina kehidupan bangsa dan kebudayaan nasional.

Pendidikan yang menjadi cita-cita Ki Hajar Dewantara adalah membentuk anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin. Luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa konsep dan teori pendidikan di antaranya pendidikan yang humanis. Pendidikan yang dimaksud oleh Ki Hajar Dewantara memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses transformasi nilai (transformation of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembentukan karakter manusia agar menjadi sebenar-benar manusia.

Ki Hadjar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak bisa disetir.[15]

4.      Metode Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara merangkum konsep yang dikenal dengan istilah Among Methode atau sistem among. Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.[16]

Sistem among yang menyokong kodrat alam anak didik bukan dengan “perintah-paksaan”, tetapi dengan tuntunan agar berkembang hidup lahir dan batin anak menurut kodratnya secara subur dan selamat. Sistem among mengemukakan dua prinsip dasar, yaitu:

a.    Kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun.

b.    Kodrat alam adalah syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.

Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani” dimana kita dapat “menemukenali” anak, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang. Tidak dengan hukuman atau paksaan karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka anak.

C. Implementasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara terhadap Pendidikan Indonesia

Di Indonesia, pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan telah menjadi  citra tersendiri bagi sejarah pendidikan Indonesia. Semboyannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan).

Implementasi pendidikan humanistik Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan nasional antara lain sebagai peletak dasar pendidikan nasional, pencetus konsep pendidikan demokrasi dalam pendidikan yang semuanya terformulasikan dalam slogan pendidikan nasional Tut Wuri Handayani.

Tenaga pendidik adalah unsur terdepan yang akan menentukan kemajuan mutu pendidikan dalam suatu bangsa. Seorang tenaga pendidik yang lebih kompeten dapat menjamin perbaikan kualitas sumber daya manusia dalam sebuah negara. Dalam proses pengembangan kemajuan tenaga pendidik maka di gunakan Trilogi Pendikan Ki Hajar Dewantara sebagai pedoman bagi tenaga pendidik.[17]

Konsepsi merdeka belajar dalam dunia pendidikan kini menjadi perbincangan yang hangat, gagasan “merdeka belajar” yang dicanangkan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim digadang-gadang sebagai angin segar bagi pendidikan Indonesia. Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani memaparkan bahwa memang benar slogan “merdeka belajar” ini terinspirasi filosofi oleh Ki Hajar Dewantara. Slogan ini telah melalui pembahasan dengan berbagai pihak yang ada mulai dari latar belakang keilmuan hukum, sosial, etika, dan aspek pendidikan. Menurutnya Ki Hajar Dewantara mengarahkan semangat dan bagaimana cara mendidik anak menjadi seornag manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka raga/tenaganya. Karena itulah ini menjadi akar filosofi merdeka belajar yang dijalankan Kemendikbud dibawah kepemimpinan Nadiem Makarim.[18]

Nadiem menyebut bahwa kurikulum merupakan dasar akan adanya pembelajaran. Pembelajaran dalam sistem Merdeka Belajar memandang bahwa pembelajaran harus diimplementasikan menngunakan model pembelajaran yang inovatif. Pada tuntutan saat ini blanded learning menjadi salah satu model pembelajaran pilihan untuk diimplementasikan di dunia pendidikan.[19]

Melihat konsep filsafat dari Ki Hajar Dewantara menunjukkan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan humanis yakni memanusiakan manusia. Konsep inilah yang dipakai Nadiem dalam merumuskan kebijakan Merdeka Belajar. Pendidikan yang baik bersifat terbuka dan tidak memaksa peserta didik. Dengan demikian hasil penelitian kepustakaan ini menunjukkan bahwa adanya relevansi yang mendasar implementasi kebijakan Merdeka Belajar dengan filsafat yang dikemukakan oleh tokoh besar Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara.[20]

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1.  Humanisme berasal dari kata Latin humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti bersiat manusiawi sesuai dengan kodrat manusia. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri.

2.    Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara merangkum konsep yang dikenal dengan istilah Among Methode atau sistem among.

3.  Implementasi pendidikan humanistik Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan nasional antara lain sebagai peletak dasar pendidikan nasional, pencetus konsep pendidikan demokrasi dalam pendidikan yang semuanya terformulasikan dalam slogan pendidikan nasional Tut Wuri Handayani. Melihat konsep filsafat dari Ki Hajar Dewantara menunjukkan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan humanis yakni memanusiakan manusia. Konsep inilah yang dipakai Nadiem dalam merumuskan kebijakan Merdeka Belajar.

 B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan didalamnya baik dari segi isi ataupun bahasa dalam menguraikan tata bahasanya. Oleh karena, kami sangat mengharapkan saran dari pembaca supaya makalah ini bisa jauh lebih baik dari sebelumnya, semoga aktifitas kita sebagai mahasiswa mendapat berkah dari Allah Swt. dan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alfaruq, Muh. Najib. “Pendidikan Humanisme: Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

dan Paulo Freire”. Skripsi (Surakarta: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah, (2014).

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi V (2016)

Farida, Yushinta Eka. Humanisme Dalam Pendidikan Islam”. Jurnal Tarbawi, vol. 12 no. 1

(Juni 2015).

Fermadi, Bayu. “Humanisme Sebagai Dasar Pembentukan Etika Religius; Dalam Perspektif

Ibnu Athā’illah Al-Sakandarī”. Jurnal Islam Nusantara, vol. 2 no. 1 (Januari 2018).

“Humanisme”, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Humanisme (25 Desember 2020).

Idris, Muh. “Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengembangan Pendidikan Islam”.

Miqot, vol. 38 no. 2 (Juli 2014).

Istiq’faroh, Nurul. “Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan

Pendidikan Nasional Merdeka Belajar Di Indonesia”. Jurnal Pendidikan, vol. 3 no. 2

(Agustus 2020).

Kusumastita, Imelda Indah “Implementasi Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Untuk

Tenaga Pendidik Di Indonesia”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 9 no. 2

(2020).

Marisyah, Ab. “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan”. Jurnal Pendidikan

Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019).

Noventari, Widya. “Konsepsi Merdeka Belajar Dalam Sistem Among Menurut Pandangan Ki

Hajar Dewantara”. PKn Progresif, vol. 15 no. 1 (Juni 2020).

Ratnawi, Dewi. “Implementasi Konsep Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Qur’an

Surat Al-Isra’ Ayat 70”. Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7 no. 2 (November 2019).

Safitri, Eka Nilam. Konsep Humanisme Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam”. Jurnal

Studi Kependidikan dan Keislaman, vol. 7 no. 1 (2020).

Sopyan, Arisal. “Pemikiran Humanistik Dalam Pendidikan: Perbandingan Pemikiran Paulo

Freire Dengan Ki Hajar Dewantara”. (2020).

Sulasmi, Emilda. “Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengelolaan Pendidikan Di

Indonesia”. Yogyakarta: Bildung Nusantara, 2020.

 



[1] Bayu Fermadi, “Humanisme Sebagai Dasar Pembentukan Etika Religius; Dalam Perspektif Ibnu Athā’illah Al-Sakandarī,” Jurnal Islam Nusantara, vol. 2 no. 1 (Januari 2018), h.73

[2]Eka Nilam Safitri, Konsep Humanisme Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam,” Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, vol. 7 no. 1 (2020), h. 80

[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi V (2016)

[4] “Humanisme”, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Humanisme (25 Desember 2020).

[5] Muh. Idris, “Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengembangan Pendidikan Islam,” Miqot, vol. 38 no. 2 (Juli 2014), h. 424

[6] Dewi Ratnawi, “Implementasi Konsep Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 70,” Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7 no. 2 (November 2019), h. 342

[7] Muh. Najib Alfaruq, “Pendidikan Humanisme: Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Paulo Freire”, Skripsi (Surakarta: Fak. Agama Islam Universitas Muhammadiyah, 2014), h. 1

[8] Eka Nilam Safitri, Konsep Humanisme Ditinjau dari Perspektif Pendidikan Islam,” Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, vol. 7 no. 1 (2020), h. 81

[9] Yushinta Eka Farida, Humanisme Dalam Pendidikan Islam,” Jurnal Tarbawi, vol. 12 no. 1 (Juni 2015), h. 108

[10] Dewi Ratnawi, “Implementasi Konsep Pendidikan Humanistik Dalam Perspektif Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 70,” Jurnal Pendidikan Islam, vol. 7 no. 2 (November 2019), h. 342

[11] Emilda Sulasmi,Konsep Pendidikan Humanis Dalam Pengelolaan Pendidikan Di Indonesia (Yogyakarta: Bildung Nusantara, 2020), h. 49

[12] Ab Marisyah, “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019), h. 1516-1517

[13] Ab Marisyah, “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019), h. 1514

[14] Ab Marisyah, “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 3 no. 6 (2019), h. 1517-1518

[15] Arisal Sopyan, “Pemikiran Humanistik Dalam Pendidikan: Perbandingan Pemikiran Paulo Freire Dengan Ki Hajar Dewantara,” h. 79

[16] Arisal Sopyan, “Pemikiran Humanistik Dalam Pendidikan: Perbandingan Pemikiran Paulo Freire Dengan Ki Hajar Dewantara,” h. 80

[17] Imelda Indah Kusumastita, “Implementasi Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Untuk Tenaga Pendidik Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 9 no. 2 (2020), h. 112

[18] Widya Noventari, “Konsepsi Merdeka Belajar Dalam Sistem Among Menurut Pandangan Ki Hajar Dewantara,” PKn Progresif, vol. 15 no. 1 (Juni 2020)  h. 87

[19] Nurul Istiq’faroh, “Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional Merdeka Belajar Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan, vol. 3 no. 2 (Agustus 2020), h. 3

[20] Nurul Istiq’faroh, “Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional Merdeka Belajar Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan, vol. 3 no. 2 (Agustus 2020), h. 9